ORGANISASI
KOPERASI DALAM SISTEM PASAR
A.
Kekuatan dan Kelemahan Koperasi Dalam
Sistem Pasar
Sebagai
bagian dari sistem pasar secara keseluruhan ,koperasi akan bersaing dengan
perusahaan-perusahaan lainyang bukan koperasi. Untuk memenangkan persaingan
koperasi harus mempunyai kemampuan bersaing di pasar. Berbagai strategi dan
kebijakan yang biasa di lakukan oleh banyak perusahaan nonkoperasiharus
digunakan oleh koperasi agar mampu
meraih target pasar yang dikehendaki. Koperasi harus mampumengunakan kekuatan-kekuatan
yang dimiliki, mampu mencari peluang yang dapat meningkatkan pertumbuhan,
memanfaatkan kesempatan-kesempatanyang ada dan memperbaiki kelemahan-kelemahan
yang ada dalam tubuh koperasi.
Sebagai
organisasi yang dimiliki oleh para anggota, koperasi sangat mungkin
memanfaatkan kekuatannya terutama yang behubungan dengan economies of scale, bargainingposition di pasar sebagai akibat
bersatunya para produsen dalam koperasi, kemampuan dalam menghadapi ketidak
pastian (uncertainty), pemanfaatan inter-linkage market dan transaction cost sebagai akibat self control dan self managemen. Economies of
scales dapat diperoleh melalui pembelian bahan/barang. Pembelian bahan yang
banyak akan merendahkan biaya rata-rata karena akan memperoleh potongan harga
sehingga harga per unitnya akan semakin murah. Bargaining position di pasar diperoleh melalui penjualan prodak
yang dihasilkan oleh organisasi koperasi. Bersatunya para produsen dalam sebuah
organisasi koperasi merupakan ajang yang baik dalam mengatur harga jual. Itu
berarti koperasi mempunyai kekuatan dalam penawaranproduknya. Kemampuan
menghadapi ketidakpastian dimasa yang akan datang terutama karena dalam
koperasi terdapat internal market
disamping external market. Adanya internal market ( pasar antara anggota
dengan koperasi) memungkinkan resiko yang ditimbulkan sebagai akibat
ketidakpastian dapat ditekan serendah mungkin. Sedangkan bila terdapat resiko
sebagai akibat koperasi bergerak di external
market(koperasi melayani kebutuhan nonanggota), risiko itu akan ditanggung
bersama-sama anggota. Jadi pada akhirnya biaya resiko peranggota akan menjadi
murah. Adanya interlinkage mareket pada
koperasi merupakan kekuatan lain yang dimiliki institusi koperasi karena pada
dasarnya transaksi antar koperasi bukan didasarkan pada profit motive melainkan non-profit
motive. Keadaan tersebut dapat
menurunkan biaya transaksi (cost
transaction). Cost transaction disini
diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan diluar biaya produksi. Rendahnya biaya
transaksi pada koperasi di samping karena adanya sicial control (pengawasan antaranggota) dan management control (pengawasan manajemen terhadap anggota dan
sebaliknya), juga karena adanya kemampuan untuk menghadapi risiko
ketidakpastian, pembelian dalam jumlah banyak dan inter-linkage market.
Kendatipun
banyak kekuatan yang sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh koperasi, tetapi sisi
lainnya yang masih memperihatinkan adalah rendahnya tingkat pertumbuhan
koperasi sebagai akibat ketidakmampuan koperasi dalam meencari dan memanfaatkan
yang ada. Keengganan mencari dan memanfaatkan peluang terutama karena struktur
dasar koperasi yang kurang mendukung kewirausahaan koperasi. Bila seorang
anggota mempunyai kemampuan dan kemauan dalam menemukan danmemanfaatkan
peluang, maka hasil yang diperoleh dari usaha tersebut akan dimanfaatkan oleh
semua anggota atau anggota potensial. Bahkan benefit yang akan diperoleh
anggota tadi sangat sedikitdibandingkan dengan anggota keseluruhan.
Bila keanggotaan
pada koperasi tidak dibatasi, hal ini akan menyebabkan ketidakefienan dalam
jangka panjang. Bila anggota potensial tidak masuk menjadi anggota koperasi dan
bekerja diluar koperasi, maka anggota tersebut akan menjadi pesaing koperasi.
Dengan kata lain anggota potensial akan memanfaatkan peluang yang ditemukan
oleh anggota koperasi di atas untuk kemudian mengajak bersaing dengan koperasi.
Gambaran di atas
menunjukkan bahwa bila anggota tidak mempunyai sifat altruis (bertindak untuk
kepentingan orang lain), tidak ada daya tarik untuk mecari dan menemukan
peluang. Kendatipun anggota tersebut memperoleh peluang, maka secara rasional
anggota tersebut akan lebih menguntungkan bila memanfaatkannya untuk
kepentingan sendiri atau bekerja sama dengan pihak lain yang dapat memberikan
keuntungan lebih besar dibanding keuntungan yang diberikan koperasi.
Jika manajer
diharapkan menjadi wirausaha koperasi, kendala yang akan dihadapi adalah
kebebasan untuk bertindak yang terbatas. Untuk meningkatkan pertumbuhan
koperasi, kadang-kadang koperasi harus berorientasi keluar (kepasar eksternal).
Hal ini menjadi kendala bagi manajer koperasi karena kebebasan untuk beroperasi
di pasar eksternal menjadi terbatas. Peluang-peluang yang sebenarnya ada dan
dapat direalisir dipasar eksternal, sulit untuk diraih karena
kepentingan/kebutuhan anggota (pasar internal) harus lebih diutamakan. Bila
koperasi bertindak di pasar eksternal maka intensitas pelayanan koperasi
terhadap anggotanya akan menjadi berkurang. Hal ini tidak diinginkan oleh
anggota.
Bila dikaji
secara teoritis, banyak kelemahan koperasi yang timbul dari sifat dasarnya.
Dalam prinsip-prinsip koperasi yang dikemukakan terdahulu terlihat ada
kelemahan dalam struktur permodalan pada koperasi. Pemupukan modal memang bisa
dilakukan melalui partisipasi kontribusi keuangan (penyertaan modal atau saham,
tabungan dan melalui usaha-usaha pribadinya). Tetapi cara tersebut sulit
dilakukan mengingat kelemaha dari beberapa prinsip koperasi yang ada. Kelemahan
prinsip itu adalah:
1.
Prinsip keanggotaan bersifat terbuka dan
sukarela, akan melemahkan struktur permodalan dalam jangka panjang sebab jika
perusahaan koperasi tidak mampu melayani kepentingan anggota, ia bisa keluar
dari keanggotaan koperasi. Konsekuensinya, modal yangtertanam dalam koperasi
harus dikembalikan.
2.
Prinsip kontrol secara demokratis
menyebabkan anggota yang memiliki modal dalam jumlah banyak akan keluar dari
koperasi dan memilih masuk organisasi non koperasi yang ketentuan-ketentuannya
menyatakan pemilik modal besar adalah yang mempunyai kontrol terbesar dalam
perusahaan.
3.
prinsip pembagian sisa hasil usaha
berdasarkan jasa anggota, akan mengurangi pemilik modal (terutama pemilik modal
yang besar) memasuki koperasi (menjadi anggota koperasi).
4.
Prinsip bunga yang terbatas atas modal,
akan mengurangi kegiatan anggota untuk menabung pada koperasi.
Kelemahan
struktur permodalan pada koperasi menunjukkan bahwa koperasi tidak akan cocok
untuk bidang usaha yang membutuhkan modal cukup besar dan stabil.
Kelemahan-kelemahan koperasi tersebut sedapat mungkin dikurangi agar koperasi
paling tidak dapat tetap eksis dalam persaingan. Tetapi untuk membangun
koperasi, sebenarnya tidak seluruhnya menjadi beban sektor koperasi, tetapi
dibutuhkan berbagai sektor yang terkait dengan pertumbuhan koperasi.
B. Koperasi
dalam Rantai Tata Niaga
Pada dasarnya ada tiga pelaku dalam
sistem ekonomi pasar, yaitu produsen, konsumen, dan perantara (pedagang).
Pengertian produsen disini harus dipahami secara khusus. Produsen adalah orang
atau badan yang menghasilkan prodak tertentu. Produk tersebut bisa berupa
produk akhir yang langsung di konsumsi, bisa pula produk antara yang digunakan
untuk proses produksi berikutnya. Jadi rumah tangga konsumen yang menghasilkan
input bisa dipandang sebagaiprodusen, demikian pula rumah tangga konsumen yang
menghasilkan barang-barang untuk dikonsumsi dikatakan sebagai produsen.
Konsumen adalah orang atau badan yang
menggunakan suatu produk. Rumah tangga perusahaan dapat dikatakan sebagai
konsumen dalam hal penggunaan input. Sedangkan pedagang adalah orang atau badan
yang membeli produk tetapi bukan untuk dikonsumsi melainkan untuk dijual
kembali. Pedagang merupakan mediator penghubung antara produsen dan konsumen.
Dalam pengertian ini, pedagang bisa berupa pedagang besar (wholsaler), agen
penjualan, dan pengecer. Pedagang besar biasanya tidak melayani konsumen akhir melainkan
para pengecer, Sedang agen ada yang melayani konsumen akhir tetapi ada pula
yang tidak.
Disini pedagang besar, agen dan pengecer
dianggap sebagai pedagang, sehingga jalur tata niaganya hanya hanya meliputi
produsen, pedagang dan konsumen. Dalam menjual produknya, produsen bisa menjual
langsung ke konsumen, tetapi bisa juga keperantara (pedagang). Produsen dapat
melakukan pemasaran olehnya sendiri atau memutuskan untuk menjual kepada
pedagang yang kemudian oleh pedagang dijual kekonsumen akhir. Tentunya produsen
yang rasional akan memakai pedagang
sebagai pengganti melakukan pemasaran dan distribusi produk olehnya sendiri
jika keunggulan lewat pedagang lebih besar daripada melakukan pemasaran sendiri.
Bila koperasi dimasukkan dalam analisis di
atas, maka seorang produsen mempunyai 3 alternatif yang mungkin dipilih yaitu:
1. Menjual
langsung ke konsumen
2. Menjual
ke pedagang
3. Menjual
ke koperasi
Dalam hal ini produsen akan memilih
alternatif yang dapat memberikan
kelebihan yang paling besar (dalam memaksimumkan profit atau penjualannya).
Jika produsen telah menjual beberapa dari produknya lewat perantara (pedagang),
koperasi harus memberikan paling sedikit keunggulan yang sama dengan keunggulan
yang diberikan pedagang agar koperasi menjadi alternatif yang dipilih oleh
produsen.
Bagi seorang konsumen yang akan membeli
barang-barang keperluannya sebenarnya juga mempunyai 3 alternatif, yaitu:
1. Membeli
dari produsen secara langsung
2. Mengontrak
dari pedagang
3. Membeli
dari koperasi
Dalam hal ini keputusan buat seorang
anggota potensial atau koperasi konsumen pada prinsipnya akan sama dengan
produsen tadi yang berpikir akankah produknya dijual melalui koperasi. Seorang
konsumen yang rasional kana membeli kepada koperasi jika koperasi memberikan
paling tidak keunggulan yang sama dengan
keunggulan yang diberikan para pedagang.
Tetapi bila seorang produsen membutuhkan
beberapa input untuk keperluan produksinya, alternatif yang harus dipilih akan
menjadi 4, yaitu agar ia dapat:
1. Menyediakan
input olehnya sendiri
2. Membeli
input dari produsen input
3. Mengontrak
dengan pedagang input
4. Berdagang
dengan sebuah koperasi
Apa yang dideskripsikan di atas
sebenarnya hanyalah rantai tata niaga yang dimulai dari pemilik faktor produksi
dan berakhir pada konsumen. Pada setiap tingkat dari jalur tersebut dapat
didirikan koperasi.
Konsumen dapat bekerja sama dalam
mendirikan koperasi konsumen dan dengan itu langsung bersaing dengan pengecer
lainnya. Para pengecer dapat mendirikan koperasi yang kegiatannya berupa
membeli dari pedagang besar atau bahkan kontrak langsung dengan produsen. Maka
dengan cara itu sangat mungkin bahwa koperasi disetiap tingkat rantai tata
niaga akan bersaing satu dengan yang lain,
1. Koperasi
konsumen bersaing satu dengan lain (kompetisi horizontal)
2. Koperasi
konsumen dapat juga konflik dengan tingkat yang lebih rendah baik wholsaler
maupun produsen (kompetisi vertikal/kompetisi saluran)
3. Pada
tingkat wholsaler (pedagang besar), koperasi dengan keanggotaan dan interest
yang berbeda bisa bersaing dengan koperasi yang dimiliki oleh para pengecer
atau tingkat yang sama dari rantai tata niaga.
Konflik yang mungkin
timbul antakoperasi yang dibentuk tanpa integrasi vertikal dapat berupa,
koperasi yang anggotanya para produsen akan mencoba untuk menetapkan harga
tinggi untuk pengecer, sedangkan koperasi yang anggotanya para pengecer ingin
membayar harga serendah mungkin kepada para produsen. Konflik tersebut hanya
bisa dipecahkan bila koperasi yang
dimiliki oleh para produsen akan berintegrasi maju dengan mendirikan toko-toko
pengecer sendiri atau koperasi para pengecer berintegrasi mundur dengan
mendirikan produsen sendiri.
C. Sikap
Terhadap Kebijakan Harga Koperasi
Bila dilihat dari
peranan anggota dalam koperasi sangat begitu dominan, maka setiap harga yang
akan ditetapkan koperasi harus dibedakan antara harga untuk anggota dengan
harga untuk non anggota. Hal inilah yang membedakan kebijakan harga di koperasi
dengan perusahaan nonkoperasi.
Segmen pasar dalam
koperasi terbagi dua, yaitu anggota dan bukan anggota, sedangkan perusahaan
nonkoperasi adalah masyarakat umum yang tidak punya kaitan kepemilikan dengan
perusahaan tersebut. Perbedaan ini mengharuskan daya analisis yang lebih tajam
dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing. Pada
koperasi-koperasi yang mampu menyatukan unit-unit usaha pada industri hulu
sampai dengan industri hilir melalui integrasi vertikal, umumnya mempunyai
anggota yang cukup banyak terutama anggota-anggota ditingkat koperasi primer.
Anggota-anggota koperasi primer pada umumnya penghasil input untuk produk yang
diproduksi dan dijual oleh kopersai-koperasi yang lenih tinggi, akan tetap
membutuhkan produk tersebut. Kebutuhan ini mungkin timbul karena fungsi dan
kualitas produk berbeda dengan fungsi dan kualitas input. Misalkan, dalam
industri rokok, integrasi vertikal akan terbentang dari pemilik input seperti
petani tembakau dan cengkeh hingga perusahaan pembuat rokok. Para petani
cengkeh atau tembakau dapat membentuk koperasi primer yang bertugas sebagai
produsen bahan baku rokok. Kemudian beberapa koperasi primer tersebut dapat
membentuk koperasi sekunder yang bertugas membuat/memproduksi rokok. Dengan
cara ini anggota koperasi primer dapat memiliki perusahaan rokok. Mengingat
fungsi rokok berbeda denga fungsi tembakau atau cengkeh, umumnya anggota yang
berada di koperasi primer akan membutuhkan rokok untuk dikonsumsi atau dijual
kembali. Dalam kasus seperti ini seharusnya pelayanan yang diberikan kepada
anggota harus berbeda dengan pelayanan kepada non anggota baik dalam segi harga
maupun fasilita-fasilitas lainnya.
Bila anggota tersebut
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tentang harga, maka koperasi tidak
dapat menentukan harga pada saat keuntungan maksimum. Harga tidak lagi
didasarkan pada prinsip profit motive tetapi sudah memperhatikan pelayanan
kepada anggota.
Sekarang bagaimana jika
harga yang diberlakukan sama bagi anggota dan bukan anggota? Tentu saja jika
harga yang diberlakukan sama anggota harus memperoleh SHU yang lebih besar
sebab anggota tidak memperoleh keuntungan langsung dari harga pelayanan, namun
kondisi ini kurang disukai oleh anggota koperasi-koperasi yang terintegrasi
dengan anggota yang jumlahnya banyak. Alasannya adalah kontrol terhadap jumlah
anggota yang banyak akan lebih susah, sistem administrasi yang lebih rumit dan
taksiran jasa anggota yang relatif sulit sehingga jumlah SHU yang diperoleh
kadan-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Berbeda dengan sistem
pelayanan yang memperoleh keuntungan langsung atas pembelian produk,
kesulitan-kesulitan itu akan mudah direduksi. Disamping itu anggota dapat
menjual kembali produk yang dibeli dari koperasi kepada masyarakat dengan
tingkat harga pasar yang berlaku.
Berdasarkan alasan
tersebut kiranya kurang tepat bila kebijakan harga yang sama bagi anggota dan
nonanggota. Sudah seharusnya koperasi menetapkan harga jual kepada anggota yang
lebih rendah dibanding dengan harga kepada nonanggota. Dengan cara seperti ini
disamping anggota ditingkat bawah atau pada koperasi primer (petani, peternak,
pengrajin, dan lain-lain) disamping dapat memperlancar pemasaran bahan/produk
yang dihasilkan, juga memperoleh keuntungan langsung dari hasil pembelian
produk koperasi ditingka yang lebih tinggi (misal pusat atau gabungan
koperasi).hal inilah yang sebenarnya diharapkan oleh anggota koperasi karena
dengan cara inilah tingkat kesejaheran anggota pada tingkat kopesi paling bawah
(koperasi primer) dapat ditingkatkan.
Daftar Pustaka
Hendar dan Kusnadi, Ekonomi Koperasi Untuk Pergutuan Tinggi,Jakarta, 1999
No comments:
Post a Comment