Thursday 29 November 2012

ORGANISASI KOPERASI DALAM SISTEM PASAR


ORGANISASI KOPERASI DALAM SISTEM PASAR

A.    Kekuatan dan Kelemahan Koperasi Dalam Sistem Pasar
Sebagai bagian dari sistem pasar secara keseluruhan ,koperasi akan bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainyang bukan koperasi. Untuk memenangkan persaingan koperasi harus mempunyai kemampuan bersaing di pasar. Berbagai strategi dan kebijakan yang biasa di lakukan oleh banyak perusahaan nonkoperasiharus digunakan oleh koperasi agar  mampu meraih target pasar yang dikehendaki. Koperasi harus mampumengunakan kekuatan-kekuatan yang dimiliki, mampu mencari peluang yang dapat meningkatkan pertumbuhan, memanfaatkan kesempatan-kesempatanyang ada dan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam tubuh koperasi.
Sebagai organisasi yang dimiliki oleh para anggota, koperasi sangat mungkin memanfaatkan kekuatannya terutama yang behubungan dengan economies of scale, bargainingposition di pasar sebagai akibat bersatunya para produsen dalam koperasi, kemampuan dalam menghadapi ketidak pastian (uncertainty), pemanfaatan inter-linkage market dan transaction cost sebagai akibat self control dan self managemen. Economies of scales dapat diperoleh melalui pembelian bahan/barang. Pembelian bahan yang banyak akan merendahkan biaya rata-rata karena akan memperoleh potongan harga sehingga harga per unitnya akan semakin murah. Bargaining position di pasar diperoleh melalui penjualan prodak yang dihasilkan oleh organisasi koperasi. Bersatunya para produsen dalam sebuah organisasi koperasi merupakan ajang yang baik dalam mengatur harga jual. Itu berarti koperasi mempunyai kekuatan dalam penawaranproduknya. Kemampuan menghadapi ketidakpastian dimasa yang akan datang terutama karena dalam koperasi terdapat internal market disamping external market. Adanya internal market ( pasar antara anggota dengan koperasi) memungkinkan resiko yang ditimbulkan sebagai akibat ketidakpastian dapat ditekan serendah mungkin. Sedangkan bila terdapat resiko sebagai akibat koperasi bergerak di external market(koperasi melayani kebutuhan nonanggota), risiko itu akan ditanggung bersama-sama anggota. Jadi pada akhirnya biaya resiko peranggota akan menjadi murah. Adanya interlinkage mareket pada koperasi merupakan kekuatan lain yang dimiliki institusi koperasi karena pada dasarnya transaksi antar koperasi bukan didasarkan pada profit motive melainkan non-profit motive. Keadaan tersebut dapat menurunkan biaya transaksi (cost transaction). Cost transaction disini diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan diluar biaya produksi. Rendahnya biaya transaksi pada koperasi di samping karena adanya sicial control (pengawasan antaranggota) dan management control (pengawasan manajemen terhadap anggota dan sebaliknya), juga karena adanya kemampuan untuk menghadapi risiko ketidakpastian, pembelian dalam jumlah banyak dan inter-linkage market.
Kendatipun banyak kekuatan yang sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh koperasi, tetapi sisi lainnya yang masih memperihatinkan adalah rendahnya tingkat pertumbuhan koperasi sebagai akibat ketidakmampuan koperasi dalam meencari dan memanfaatkan yang ada. Keengganan mencari dan memanfaatkan peluang terutama karena struktur dasar koperasi yang kurang mendukung kewirausahaan koperasi. Bila seorang anggota mempunyai kemampuan dan kemauan dalam menemukan danmemanfaatkan peluang, maka hasil yang diperoleh dari usaha tersebut akan dimanfaatkan oleh semua anggota atau anggota potensial. Bahkan benefit yang akan diperoleh anggota tadi sangat sedikitdibandingkan dengan anggota keseluruhan.
Bila keanggotaan pada koperasi tidak dibatasi, hal ini akan menyebabkan ketidakefienan dalam jangka panjang. Bila anggota potensial tidak masuk menjadi anggota koperasi dan bekerja diluar koperasi, maka anggota tersebut akan menjadi pesaing koperasi. Dengan kata lain anggota potensial akan memanfaatkan peluang yang ditemukan oleh anggota koperasi di atas untuk kemudian mengajak bersaing dengan koperasi.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa bila anggota tidak mempunyai sifat altruis (bertindak untuk kepentingan orang lain), tidak ada daya tarik untuk mecari dan menemukan peluang. Kendatipun anggota tersebut memperoleh peluang, maka secara rasional anggota tersebut akan lebih menguntungkan bila memanfaatkannya untuk kepentingan sendiri atau bekerja sama dengan pihak lain yang dapat memberikan keuntungan lebih besar dibanding keuntungan yang diberikan koperasi.
Jika manajer diharapkan menjadi wirausaha koperasi, kendala yang akan dihadapi adalah kebebasan untuk bertindak yang terbatas. Untuk meningkatkan pertumbuhan koperasi, kadang-kadang koperasi harus berorientasi keluar (kepasar eksternal). Hal ini menjadi kendala bagi manajer koperasi karena kebebasan untuk beroperasi di pasar eksternal menjadi terbatas. Peluang-peluang yang sebenarnya ada dan dapat direalisir dipasar eksternal, sulit untuk diraih karena kepentingan/kebutuhan anggota (pasar internal) harus lebih diutamakan. Bila koperasi bertindak di pasar eksternal maka intensitas pelayanan koperasi terhadap anggotanya akan menjadi berkurang. Hal ini tidak diinginkan oleh anggota.
Bila dikaji secara teoritis, banyak kelemahan koperasi yang timbul dari sifat dasarnya. Dalam prinsip-prinsip koperasi yang dikemukakan terdahulu terlihat ada kelemahan dalam struktur permodalan pada koperasi. Pemupukan modal memang bisa dilakukan melalui partisipasi kontribusi keuangan (penyertaan modal atau saham, tabungan dan melalui usaha-usaha pribadinya). Tetapi cara tersebut sulit dilakukan mengingat kelemaha dari beberapa prinsip koperasi yang ada. Kelemahan prinsip itu adalah:
1.        Prinsip keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela, akan melemahkan struktur permodalan dalam jangka panjang sebab jika perusahaan koperasi tidak mampu melayani kepentingan anggota, ia bisa keluar dari keanggotaan koperasi. Konsekuensinya, modal yangtertanam dalam koperasi harus dikembalikan.
2.        Prinsip kontrol secara demokratis menyebabkan anggota yang memiliki modal dalam jumlah banyak akan keluar dari koperasi dan memilih masuk organisasi non koperasi yang ketentuan-ketentuannya menyatakan pemilik modal besar adalah yang mempunyai kontrol terbesar dalam perusahaan.
3.        prinsip pembagian sisa hasil usaha berdasarkan jasa anggota, akan mengurangi pemilik modal (terutama pemilik modal yang besar) memasuki koperasi (menjadi anggota koperasi).
4.        Prinsip bunga yang terbatas atas modal, akan mengurangi kegiatan anggota untuk menabung pada koperasi.
Kelemahan struktur permodalan pada koperasi menunjukkan bahwa koperasi tidak akan cocok untuk bidang usaha yang membutuhkan modal cukup besar dan stabil. Kelemahan-kelemahan koperasi tersebut sedapat mungkin dikurangi agar koperasi paling tidak dapat tetap eksis dalam persaingan. Tetapi untuk membangun koperasi, sebenarnya tidak seluruhnya menjadi beban sektor koperasi, tetapi dibutuhkan berbagai sektor yang terkait dengan pertumbuhan koperasi.

B.       Koperasi dalam Rantai Tata Niaga



Pada dasarnya ada tiga pelaku dalam sistem ekonomi pasar, yaitu produsen, konsumen, dan perantara (pedagang). Pengertian produsen disini harus dipahami secara khusus. Produsen adalah orang atau badan yang menghasilkan prodak tertentu. Produk tersebut bisa berupa produk akhir yang langsung di konsumsi, bisa pula produk antara yang digunakan untuk proses produksi berikutnya. Jadi rumah tangga konsumen yang menghasilkan input bisa dipandang sebagaiprodusen, demikian pula rumah tangga konsumen yang menghasilkan barang-barang untuk dikonsumsi dikatakan sebagai produsen.
Konsumen adalah orang atau badan yang menggunakan suatu produk. Rumah tangga perusahaan dapat dikatakan sebagai konsumen dalam hal penggunaan input. Sedangkan pedagang adalah orang atau badan yang membeli produk tetapi bukan untuk dikonsumsi melainkan untuk dijual kembali. Pedagang merupakan mediator penghubung antara produsen dan konsumen. Dalam pengertian ini, pedagang bisa berupa pedagang besar (wholsaler), agen penjualan, dan pengecer. Pedagang besar biasanya tidak melayani konsumen akhir melainkan para pengecer, Sedang agen ada yang melayani konsumen akhir tetapi ada pula yang tidak.
Disini pedagang besar, agen dan pengecer dianggap sebagai pedagang, sehingga jalur tata niaganya hanya hanya meliputi produsen, pedagang dan konsumen. Dalam menjual produknya, produsen bisa menjual langsung ke konsumen, tetapi bisa juga keperantara (pedagang). Produsen dapat melakukan pemasaran olehnya sendiri atau memutuskan untuk menjual kepada pedagang yang kemudian oleh pedagang dijual kekonsumen akhir. Tentunya produsen yang rasional akan  memakai pedagang sebagai pengganti melakukan pemasaran dan distribusi produk olehnya sendiri jika keunggulan lewat pedagang lebih besar daripada melakukan pemasaran sendiri.
Bila koperasi dimasukkan dalam analisis di atas, maka seorang produsen mempunyai 3 alternatif yang mungkin dipilih yaitu:
1.      Menjual langsung ke konsumen
2.      Menjual ke pedagang
3.      Menjual ke koperasi
Dalam hal ini produsen akan memilih alternatif  yang dapat memberikan kelebihan yang paling besar (dalam memaksimumkan profit atau penjualannya). Jika produsen telah menjual beberapa dari produknya lewat perantara (pedagang), koperasi harus memberikan paling sedikit keunggulan yang sama dengan keunggulan yang diberikan pedagang agar koperasi menjadi alternatif yang dipilih oleh produsen.
Bagi seorang konsumen yang akan membeli barang-barang keperluannya sebenarnya juga mempunyai 3 alternatif, yaitu:
1.      Membeli dari produsen secara langsung
2.      Mengontrak dari pedagang
3.      Membeli dari koperasi
Dalam hal ini keputusan buat seorang anggota potensial atau koperasi konsumen pada prinsipnya akan sama dengan produsen tadi yang berpikir akankah produknya dijual melalui koperasi. Seorang konsumen yang rasional kana membeli kepada koperasi jika koperasi memberikan paling tidak keunggulan yang sama dengan  keunggulan yang diberikan para pedagang.
Tetapi bila seorang produsen membutuhkan beberapa input untuk keperluan produksinya, alternatif yang harus dipilih akan menjadi 4, yaitu agar ia dapat:
1.      Menyediakan input olehnya sendiri
2.      Membeli input dari produsen input
3.      Mengontrak dengan pedagang input
4.      Berdagang dengan sebuah koperasi
Apa yang dideskripsikan di atas sebenarnya hanyalah rantai tata niaga yang dimulai dari pemilik faktor produksi dan berakhir pada konsumen. Pada setiap tingkat dari jalur tersebut dapat didirikan koperasi.
Konsumen dapat bekerja sama dalam mendirikan koperasi konsumen dan dengan itu langsung bersaing dengan pengecer lainnya. Para pengecer dapat mendirikan koperasi yang kegiatannya berupa membeli dari pedagang besar atau bahkan kontrak langsung dengan produsen. Maka dengan cara itu sangat mungkin bahwa koperasi disetiap tingkat rantai tata niaga akan bersaing satu dengan yang lain,
1.      Koperasi konsumen bersaing satu dengan lain (kompetisi horizontal)
2.     Koperasi konsumen dapat juga konflik dengan tingkat yang lebih rendah baik wholsaler maupun produsen (kompetisi vertikal/kompetisi saluran)
3.   Pada tingkat wholsaler (pedagang besar), koperasi dengan keanggotaan dan interest yang berbeda bisa bersaing dengan koperasi yang dimiliki oleh para pengecer atau tingkat yang sama dari rantai tata niaga.






Konflik yang mungkin timbul antakoperasi yang dibentuk tanpa integrasi vertikal dapat berupa, koperasi yang anggotanya para produsen akan mencoba untuk menetapkan harga tinggi untuk pengecer, sedangkan koperasi yang anggotanya para pengecer ingin membayar harga serendah mungkin kepada para produsen. Konflik tersebut hanya bisa dipecahkan  bila koperasi yang dimiliki oleh para produsen akan berintegrasi maju dengan mendirikan toko-toko pengecer sendiri atau koperasi para pengecer berintegrasi mundur dengan mendirikan produsen sendiri.
  
C.       Sikap Terhadap Kebijakan Harga Koperasi
Bila dilihat dari peranan anggota dalam koperasi sangat begitu dominan, maka setiap harga yang akan ditetapkan koperasi harus dibedakan antara harga untuk anggota dengan harga untuk non anggota. Hal inilah yang membedakan kebijakan harga di koperasi dengan perusahaan nonkoperasi.
Segmen pasar dalam koperasi terbagi dua, yaitu anggota dan bukan anggota, sedangkan perusahaan nonkoperasi adalah masyarakat umum yang tidak punya kaitan kepemilikan dengan perusahaan tersebut. Perbedaan ini mengharuskan daya analisis yang lebih tajam dalam melihat peranan koperasi dalam pasar yang bersaing. Pada koperasi-koperasi yang mampu menyatukan unit-unit usaha pada industri hulu sampai dengan industri hilir melalui integrasi vertikal, umumnya mempunyai anggota yang cukup banyak terutama anggota-anggota ditingkat koperasi primer. Anggota-anggota koperasi primer pada umumnya penghasil input untuk produk yang diproduksi dan dijual oleh kopersai-koperasi yang lenih tinggi, akan tetap membutuhkan produk tersebut. Kebutuhan ini mungkin timbul karena fungsi dan kualitas produk berbeda dengan fungsi dan kualitas input. Misalkan, dalam industri rokok, integrasi vertikal akan terbentang dari pemilik input seperti petani tembakau dan cengkeh hingga perusahaan pembuat rokok. Para petani cengkeh atau tembakau dapat membentuk koperasi primer yang bertugas sebagai produsen bahan baku rokok. Kemudian beberapa koperasi primer tersebut dapat membentuk koperasi sekunder yang bertugas membuat/memproduksi rokok. Dengan cara ini anggota koperasi primer dapat memiliki perusahaan rokok. Mengingat fungsi rokok berbeda denga fungsi tembakau atau cengkeh, umumnya anggota yang berada di koperasi primer akan membutuhkan rokok untuk dikonsumsi atau dijual kembali. Dalam kasus seperti ini seharusnya pelayanan yang diberikan kepada anggota harus berbeda dengan pelayanan kepada non anggota baik dalam segi harga maupun fasilita-fasilitas lainnya.
Bila anggota tersebut dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tentang harga, maka koperasi tidak dapat menentukan harga pada saat keuntungan maksimum. Harga tidak lagi didasarkan pada prinsip profit motive tetapi sudah memperhatikan pelayanan kepada anggota.
Sekarang bagaimana jika harga yang diberlakukan sama bagi anggota dan bukan anggota? Tentu saja jika harga yang diberlakukan sama anggota harus memperoleh SHU yang lebih besar sebab anggota tidak memperoleh keuntungan langsung dari harga pelayanan, namun kondisi ini kurang disukai oleh anggota koperasi-koperasi yang terintegrasi dengan anggota yang jumlahnya banyak. Alasannya adalah kontrol terhadap jumlah anggota yang banyak akan lebih susah, sistem administrasi yang lebih rumit dan taksiran jasa anggota yang relatif sulit sehingga jumlah SHU yang diperoleh kadan-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Berbeda dengan sistem pelayanan yang memperoleh keuntungan langsung atas pembelian produk, kesulitan-kesulitan itu akan mudah direduksi. Disamping itu anggota dapat menjual kembali produk yang dibeli dari koperasi kepada masyarakat dengan tingkat harga pasar yang berlaku.
Berdasarkan alasan tersebut kiranya kurang tepat bila kebijakan harga yang sama bagi anggota dan nonanggota. Sudah seharusnya koperasi menetapkan harga jual kepada anggota yang lebih rendah dibanding dengan harga kepada nonanggota. Dengan cara seperti ini disamping anggota ditingkat bawah atau pada koperasi primer (petani, peternak, pengrajin, dan lain-lain) disamping dapat memperlancar pemasaran bahan/produk yang dihasilkan, juga memperoleh keuntungan langsung dari hasil pembelian produk koperasi ditingka yang lebih tinggi (misal pusat atau gabungan koperasi).hal inilah yang sebenarnya diharapkan oleh anggota koperasi karena dengan cara inilah tingkat kesejaheran anggota pada tingkat kopesi paling bawah (koperasi primer) dapat ditingkatkan.



Daftar Pustaka
Hendar dan Kusnadi, Ekonomi Koperasi Untuk Pergutuan Tinggi,Jakarta, 1999

No comments:

Post a Comment